Sabtu, 02 Januari 2010

Pelaksanaan Metode Drill (Latihan Siap) Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Yusuf dan Syaiful Anwar (1995: 151) menginformasikan sebagai berikut.

“Bahwa negara maju seperti Amerika, Eropa, dan sebagainya telah menerapkan metodologi pengajaran bahasa Arab telah berjalan baik. Pengajaran bahasa Arab yang mereka lakukan disertai alat-alat peraga/media pengajaran tersedia lengkap. Sehingga dalam waktu enam bulan sampai satu tahun saja orang sudah mampu mengikuti kuliah-kuliah, memahami buku-buku, berkomunikasi/berkunjung ke negara-negara Arab. Bahkan dapat menulis disertasi dengan bahasa Arab”.

Hal demikian menjadi tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia. Khususnya sekolah-sekolah agama maupun perguruan tinggi Islam yang telah menggunakan kurikulum yang berorientasi pada agama dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan pengajaran pada hakikatnya adalah suatu proses mengubah anak didik sebelum dilibatkan dalam kegiatan tersebut menjadi anak didik sesudah mengalami kegiatan tersebut dalam waktu tertentu. Oleh karena itu berhasil tidaknya suatu pengajaran ditentukan oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah faktor metode. Begitu juga dengan pengajaran bahasa Arab. Sumardi (1974: 7) menyatakan "Dalam pengajaran bahasa salah satu segi yang sering disoroti adalah segi metode. Sukses tidaknya suatu program pengajaran bahasa seringkali dinilai dari segi metode yang digunakan. Sebab metodelah yang menentukan isi dalam mengajarkan bahasa".

Uraian di atas menunjukkan metode, baik metode secara umum maupun metode untuk pengajaran bahasa Arab bisa mengarahkan keberhasilan belajar anak didik serta mendorong kerjasama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan anak didik. Jadi jelas bahwa salah satu komponen yang sangat menentukan terhadap berhasil atau tidaknya proses pengajaran adalah metodenya. Sebab dengan metode motivasi belajar siswa akan bertambah. Sehingga transformasi pelajaran dari guru kepada siswa akan mencapai sasaran dan keberhasilan. Namun dalam pengajaran bahasa Arab sering terjadi perbedaan metode yang digunakan oleh seorang guru dengan guru lainnya.

Bahasa Arab sebagai tujuan yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dikomunikasikan. Sebagaimana definisi bahasa arab oleh al-ghalayaini (1997:7) yaitu

اللغة هي الفا ظ يعبر بها كل قو م عن مقا صدهم واللغة العربية هي الكلما ت التي يعبر بها العرب عن اعراضهم .

Sehubungan dengan hadits di atas, William Moulton dari Universitas Princeton besemboyan “Bahasa adalah ujaran. Suatu bahasa adalah seperangkat kebiasaan. Ajarkanlah bahasa bukan sesutu mengenai bahasa. Bahasa adalah yang dikatakan oleh penutur asli“. (Dahlan, 1992:122).

Dengan memahami pengertian bahasa ini, maka ujaran yag demikian ini tidak bisa diciptakan oleh murid melainkan harus ditiru supaya mendapatkan ucapan asli dan direspon dengan baik. Tentu saja penekanannya pada maharah al-istima' (kemampuan menyimak) bagaimana seseorang tanggap dalam memahami apa yang didengar dari pembicara. Dan maharah al-takallum (kemampuan berbicara) bagaimana memiliki kemampuan berbicara aktif.

Namun demikian tujuaan pengajaran bahasa Arab hendaknya mengacu pada upaya membina dan mengembangkan keempat segi kemampuan bahasa yaitu kemampuan menyimak (istima’), berbicara(takllum), membaca (qiro’ah), dan menulis (kitabah) agar mampu memahami bahasa, baik melalui pendengaran maupun tulisan (reseptif).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian metode drill (latihan siap) itu?

2. Bagaimana pelaksanaan metode drill (latihan siap) dilaksanakan pada pembelajaran bahasa Arab?

3. Apa saja tujuan dari metode drill (latihan siap) itu?

1.3Tujuan

Makalah ini akan mengajak pembaca untuk mengetahui penerapan metode yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab bagi pemula agar peserta didik mendapatkan pemahaman secara kompleks dan terampil berbahasa arab dengan cepat.

2. Pembahasan

2.1 Pengertian Metode Drill

Muradi (2006) menyimpulkan sebagai berikut.

Metode pembelajaran bahasa Arab yang sering digunakan oleh pengajar bagi pemula (baru belajar bahasa Arab) adalah metode drill (latihan siap). Sebab metode ini sesuai dengan fitrah bahasa dan fitrah manusia. Yang pertama kali berfungsi panca indra pada manusia adalah mendengar lalu kemudian berbicara. Di sinilah metode yang satu ini berperan. Oleh karena itu, guru atau pengajar bahasa (khususnya bahasa Arab) sangat berkepentingan memahami bagaimana pelaksanaan metode drill ini dalam pembelajaran bahasa Arab. Sebab yang menjadi tujuannya adalah agar siswa cepat terampil berbahasa Arab dalam waktu singkat.

Penggunaan istilah latihan sering disamakan artinya dengan istilah ulangan. Padahal maksudnya berbeda. Ulangan adalah suatu tindakan untuk sekedar mengukur sejauh mana siswa telah menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru mereka. Sedangkan latihan dimaksudkan agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik siswa dan dapat dikuasai sepenuhnya.

Adapun metode drill (latihan siap) itu sendiri menurut beberapa pendapat memiliki arti sebagai berikut.

a. Suatu teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar di mana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari (Roestiyah N.K, 1985:125).

b. Suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. (Zuhairini dkk, 1983:106).

c. Suatu kegiatan dalam melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan supaya menjadi permanen. (Shalahuddin dkk, 1987: 100).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode drill (latihan siap) adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih siswa agar menguasai pelajaran dan terampil. Dari segi pelaksanaannya siswa terlebih dahulu telah dibekali dengan pengetahuan secara teori secukupnya. Kemudian dengan tetap dibimbing oleh guru, siswa disuruh mempraktikkannya sehingga menjadi mahir dan terampil.

2.2 Pelaksanaan Metode Drill(latihan siap) dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Metode drill (latihan siap) merupakan suatu metode yang penerapanya dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Metode ini disebut juga dengan metode pembiasaan, suatu kegiatan melakukan hal yang sama berulang-ulang dan sungguh-sungguh dengan tujuan memperkuat asosiasi atau penyempurnaan keterampilan supaya permanen.

Dalam kaitanya dengan praktik berbahasa Arab, sebagaimana bahasa lainnya terdapat kegiatan yang dinamakan keterampilan berbahasa (مهارة اللغة) yang terdiri dari: 1. مهارة الاستماع (keterampilan menyimak/ listening skill), 2. مهارة التكلم (keterampilan berbicara/speaking skill), 3. مهارة القراعة (keterampilan membaca/reading skill), 4. مهارة الكتابه(keterampilan menulis/writing skill)

Dari uraian di atas maka bahasa Arab merupakan hasil gabungan kemahiran dari keempat keterampilan tersebut. Bisa dikatakan bahwa bahasa merupakan keterampilan-keterampilan yang bersifat komunikatif.

Terdapat lima prinsip yang perlu diketahui oleh pengajar atau guru bahasa asing. Yaitu sebagaimana yang dikemukakan Badri (1995:15-18) tentang metode pengajaran bahasa asing. Lima prinsip itu adalah.

1. Bahasa adalah bicara bukan menulis

Maksudnya adalah dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode drill dan metode Audio-Lingual (al-sama’iyah al-Nuthqiyah) yang diutamakan adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis. Sebab bagi penutur bahasa kedua (bukan penutur asli) yakni bagi pemula harus terlebih dahulu adanya pembiasaan pengucapan huruf-huruf tersebut tidak tercampur dan tidak dipengaruhi oleh bahasa ibu.

2. Bahasa adalah sistem dalam kebiasaan

Maksudnya adalah pembiasaan terhadap siswa untuk selalu berbahasa (Arab) secara motoris dan refleks. Oleh karena dalam pembelajarannya tidak mengarah pada pembuatan kalimat-kalimat tetapi penuturan secara imitasi (peniruan ) dengan benar dan penghafalan.

3. Mempelajari penggunaan bahasa bukan mempelajari tentang bahasa.

Hal ini berhubungan dengan metode drill dan metode Audio-Lingual (al- Sam'iyyah al-Nuthqiyyah) di mana siswa dilatih menggunakan bahasa dengan perubahan-perubahannya sesuai dengan objek, tentang sesuatu. Oleh karenanya pemberian kosa kata /mufradat sangat diperlukan. Hal ini berbeda dengan metode gramatika atau metode qowaid wa tarjamah. Sebab metode gramatika atau metode qawaid wa tarjamah dalam pembelajarannya mengarah kepada diskusi dan analisis tentang susunan kalimat. Dan ini hanya cocok bagi siswa yang sudah mempunyai dasar dalam bahasa yang dipelajari /tingkat menengah dan atas bukan bagi pemula.

4. Bahasa adalah apa yang dikatakan secara aktif bukan apa yang mesti dikatakan.

Maksudnya adalah siswa dibekali dengan ungkapan-ungkapan yang mas hur/resmi (fushha) dan ungkapan-ungkapan yang tidak mashur/tidak resmi ('amiyyah). Serta dibekali dengan pola-pola kalimat dan contoh-contoh yang bisa dipergunakan dalam berbicara. Dan bukan membekali siswa dengan materi tentang perbedaan-perbedaan aksen (lahjah) antara satu daerah (Arab) dengan daerah lain secara mendetail.

5. Bahasa dalam penuturannya berbeda-beda

Maksudnya adalah pengucapan, susunan, dan simantik serta aspek lainnya antara bahasa ibu dengan bahasa asing itu berbeda. Oleh karenanya dalam pembelajaran bahasa asing bagi pemula. Mereka harus megucapkan secara berulang-ulang huruf demi huruf agar tidak terpengaruh dengan bahasa ibu. Sehingga mereka dalam berbahasa sanggup secara otomatis dan refleks seolah-olah sebagai bahasa ibu sendiri. Namun hal ini dalam pelaksanaan dan pembiasaannya memerlukan usaha serius bagi guru dan siswa.

Agar metode drill (latihan siap) dapat efektif dan berpengaruh positif terhadap pembelajaran bahasa Arab, guru hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.

1. Drill diberikan hanya pada bahan atau tindakan yang bersifat otomatis. Semisal pelajaran muhadasah, guru dapat memberikan contoh teks percakapan dan siswa dapat langsung menirukan apa yang telah didengarnya dari guru.

2. Drill harus memiliki tujuan yang lebih luas, di mana:

a. Siswa menyadari kalau pendrillan yang dilakukan berguna untuk kehidupan siswa selanjutnya, yaitu penguasaan bahasa Arab yang aktif dan komunikatif.

b. Siswa mempunyai sikap kalau pendrilan itu sebagai pelengkap belajar selanjutnya.

3. Drill hanya sebagai alat diagnosa.

a. Pada taraf permulaan jangan membiarkan reproduksi yang berperan. Guru harus membimbing terlebih dahulu hingga berulang kali.

b. Guru meneliti kesulitan yang timbul dalam pentransferan pelajaran kepada siswa.

c. Respon yang benar harus diketahui siswa dan respon yang salah harus diperbaiki. Jangan membiarkan siswa terbiasa dengan ungkapan yang salah.

d. Memberikan waktu pada siswa untuk menyerap bahan pelajaran, mewarisi latihan dan mengembangkan arti serta kontrol.

e. Pendrillan pada langkah awal penekanannya pada ketepatan selanjutnya pada kecepatan, dan pada akhimya siswa mampu berbahasa Arab dengan tepat serta cepat dalam merespon.

4. Masa pendrillan harus singkat, tetapi harus sering dilakukan.

a. Dengan begitu siswa akan memperoleh materi yang sedikit tapi melekat dan tidak membosankan.

5. Pelaksanaan drill harus menarik dan menggembirakan.

a. Pendrillan dapat dilaksanakan dengan berbagai variasi. Semisal didramatisasikan sehingga motivasi siswa berkreativitas.

6. Proses drill harus disesuaikan dengan perbedaan individual siswa.

a. Tingkat kecakapan yang diterima antar siswa pada satu saat tidak pernah sama.

b. Pendrillan secara perorangan perlu untuk menambah pendrillan kelompok.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan bahasa hendaknya sesuai dengan metode yang dipilih. Sebab teknik-teknik pembelajaran adalah penerapan atau realisasi praktis dari metode. Muradi (2006) mengatakan “metode merupakan pemikiran dan langkah-langkah pokok dalam approach (suatu keyakinan tentang hakikat bahasa atau pengajaran bahasa) pada batas pelaksanaan”. Adapun pelaksanaan praktis metode drill pembelajaran bahasa Arab pada keterampilan bahasa adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran Muhadasah (Berbicara) menurut (Tho’imah,1989:165-166)

a. Tujuan Pembelajaran Muhadasah

1) Menumbuhkan kemampuan pada keterampilan muhadasah bagi siswa secara baik dan benar.

2) Menumbuhkan kekayaan bahasa yang siswa milik.

3) Siswa dapat memfungsikan pengetahuan bahasa mereka dari segi mufradat dan susunan kalimat secara benar agar memicu mereka untuk maju dan sanggup reproduksinya.

4) Menumbuhkan kemampuan siswa dalam membuat/mencipta pada situasi dan kondisi yang diungkapkan dengan bahasa Arab.

5) Memicu siswa untuk selalu berlatih berbahasa Arab.

6) Siswa mampu memahami setiap komunikasi dan terlatih berkomunikasi.

7) Siswa termotivasi untuk berkomunikasi di depan teman-temannya dan tidak takut salah dalam pengucapan.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Muhadasah menurut (Tsauri,2000)

1) Pembelajaran muhadasah dengan teknik hiwar

(a) Siswa menyimak teks hiwar (tanpa melihat buku/buku ditutup).

(b) Siswa menyimak teks hiwar (melihat buku/buku dibuka).

(c) Siswa mengucapkan kalimat secara berulang-ulang dan guru menjelaskan mufradat dan pola-pola kalimat.

(d) Guru memberikan contoh-contoh.

2) Pembelajaran muhadasah dengan teknik teks berangkai

(a) Siswa menyimak teks (cerita pendek dengan satu judul).

(b) Menjawab pertanyaan yang dipersiapkan.

(c) Siswa mengucapkan kalimat secara berulang-ulang dan guru menjelaskan mufradat dan pola-pola kalimat.

(d) Diskusi antar siswa tentang teks yang dipelajari.

2. Pembelajaran Qiro’ah (Membaca) menurut (Tho’imah, 1989:176)

a. Tujuan Pembelajaran Qira'ah

1) Qira'ah merupakan keterampilan dasar pertama dari keterampilan dasar yang tiga yaitu membaca, menulis, dan berhitung.

2) Pendidikan berlangsung terus menerus dan belajar sepanjang hayat. Oleh karenannya membaca merupakan kebutuhan pokok manusia baik secara kuantitas maupun kualitas pada aspek membaca.

3) Membaca dengan pemahaman yang luas guna memperoleh informasi yang luas pula. Dengan keterampilan membaca yang dimiliki siswa memungkinkan mereka mengkaji materi-materi berbahasa Arab.

4) Dengan keterampilan membaca yang dimiliki siswa memungkinkan mereka mencapai tujuan-tujuan praktis belajar bahasa Arab. Seperti memahami budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya.

5) Dengan keterampilan membaca yang dimiliki siswa memungkinkan mereka membaca buku-buku fiksi untuk kesenangan dan santai. Dan lain sebagainya.

b. Langkah-langkah Pembelajaran qira'ah menurut (Tsauri,2000)

1) Membaca Intensif

(a) Membaca diam.

(b) Menjawab pertanyaan-pertanyaan.

(c) Membaca keras kalimat perkalimat.

(d) Latihan membaca pemufradat. perkalimat, perungkapan.

(e) Memperbaiki dan memperindah teks secara lisan.

(f) Diskusi antar siswa mengenai teks yang dipelajari.

2) Membaca Ekstensif

(a) Membaca teks yang panjang.

(b) Menjawab pertanyaan-pertanyaan.

3. Pembelajaran Kitabah (Menulis)

a. Tujuan Pembelajaran Kitabah (Menulis) menurut (Tho’imah,1989:187-188) sebagai berikut.

1) Motivasi siswa untuk menulis bentuk lambang-lambang bahasa serta menimbulkan rasa percaya dan menghilangkan ketegangan.

2) Dalam pembelajarannya didukung dengan teknik penuturan huruf, kata dan kalimat. Sehingga siswa dapat menirukannya dan menulis dengan apa yang mereka dengar.

3) Siswa terlatih dan sudah mengenal pengucapan kata-kata. Sebab menulis merupakan aktivitas menyeluruh dalam penguasaan keterampilan bahasa sehingga siswa dapat membedakan bunyi lambang yang didengamya.

4) Memungkinkan guru untuk mengembangkan materi pembelajaran setelah siswa mampu menguasai materi sebelumnya.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kitabah (Menulis) menurut (Tsauri,2000:2)

1) Menulis berharakat.

2) Menulis terarah.

3) Menulis bebas.

2.3 Tujuan Metode Drill (Latihan Siap)

Tujuan metode drill (latihan siap) adalah untuk memperoleh suatu ketangkasan, keterampilan tentang sesuatu yang dipelajari anak dengan melakukannya secara praktis pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari anak itu. Dan siap dipergunakan bila sewaktu-waktu diperlukan (dalam Pasaribu dan B. Simandjuntak, 1986: 112). Menurut Roestiyah N.K (1985: 125-126) dalam strategi belajar mengajar teknik metode drill (latihan siap) ini biasanya dipergunakan untuk tujuan sebagai berikut.

a. Memiliki keterampilan motoris/gerak, seperti menghafal kata-kata, menulis, mempergunakan alat atau membuat suatu benda, melaksanakan gerak dalam olah raga.

b. Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitungan mencongak. Mengenal benda/bentuk dalam pelajaran matematika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca dan sebagainya.

c. Memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain, seperti sebab akibat banjir – hujan, antara tanda huruf dan bunyi -ing, -ny dan lain sebagainya, penggunaan lambang/simbol di dalam peta dan lain-lain.

Dari keterangan-keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari metode drill (latihan siap) adalah untuk melatih kecakapan-kecakapan motoris dan mental untuk memperkuat asosiasi yang dibuat.

2.3.1 Kebaikan Metode Drill (Latihan Siap)

Menurut Yusuf dan Syaiful Anwar (1997: 66) kebaikan metode drill (latihan siap) adalah sebagai berikut.

a. Dalam waktu yang tidak lama siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

b. Siswa memperoleh pengetahuan praktis dan siap pakai, mahir dan lancar.

c. Menumbuhkan kebiasaan belajar secara kontinue dan disiplin diri, melatih diri, belajar mandiri.

d. Pada pelajaran agama dengan melalui metode latihan siap ini anak didJk menjadi terbiasa dan menumbuhkan semangat untuk beramal kepada Allah.

Sedangkan menurut Zuhairini, dkk, (1983: 107) menguraikan hal tersebut sebagai berikut.

a. Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang diharapkan.

a. Para murid akan memiliki pengetahuan siap.

b. Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.

2.3.2 Kekurangan Metode Drill (Latihan Siap)

Team Kurikulum Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (1981: 45-46) dalam Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM menguraikan tentang kekurangan dari metode drill sebagai berikut.

a. Menghambat bakat dan inisiatif siswa

Mengajar dengan metode drill berarti minat dan inisiatif siswa dianggap sebagai gangguan dalam belajar atau dianggap tidak layak dan kemudian dikesampingkan. Para siswa dibawa kepada kofomuitas dan diarahkan menjadi uniformitas.

b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan

Perkembangan inisiatif di dalam menghadapi situasi baru atau masalah baru pelajarar menyelesaikan persoalan dengan cara statis. Hal mi bertentangan dengan prinsip belajar di mana siswa seharusnya mengorganisasi kembali pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan situasi yang mereka hadapi.

c. Membentuk kebiasaan yang kaku

Dengan metode latihan siswa belajar secara mekanis. Dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus siswa dibiasakan secara otomatis. Kecakapan siswa dalam memberikan respon stimulus dilakukan secara otomatis tanpa menggunakan vintelegensi. Tidaklah itu irrasional, hanya berdasarkan routine saja.

d. Menimbulkan verbalisme

Setetah mengajarkan bahan pelajaran siswa berulang kali, guru mengadakan ulangan lebih-lebih jika menghadapi ujian. Siswa dilatih menghafal pertanyaan-pertanyaan (soal-soal). Mereka harus tahu, dan menghafal jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan tertentu. Siswa harus dapat menjawab soal-soal secara otomatis. Karena itu maka proses belajar yang lebih realistis menjadi terdesak. Dan sebagai gantinya timbullah respon-respon yang melalui bersifat verbalistis

3. Penutup

3.1Kesimpulan

Kemampuan guru dalam pengajaran bahasa Arab sangat penting khususnya penguasaan terhadap matede-metode pembelajarannya. Sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai. Salah satu metode yang sering dipergunakan dalam pembelajaran bahasa Arab bagi pemula adalah metode drill (latihan siap). Metode drill (latihan siap) adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih siswa agar menguasai pelajaran dan terampil. Di sinilah usaha sadar bagi guru untuk selalu memperkaya dan mengembangkan diri terhadap penguasaan metode dan teknik pembelajaran. Dengan pemahaman yang benar terhadap bahasa akan memungkinkan guru tepat dalam memilih metode yang akan dipergunakan. Tentunya dengan memperhatikan kemampuan siswa terhadap bahasa tersebut. Sehingga tercipta motivasi yang kuat, proses belajar mengajar yang harmonis dan tercapai tujuan yang diharapkan.

3.2Saran

Pendidik dapat menerapkan metode yamg cocok atau menciptakan metode yang tepat bagi peserta didik agar mendapatkan pemahaman dengan cepat dan mudah mengingat semua pelajaran yang diberikan oleh pendidik tanpa mempersulit peserta didik. Pendidik harus pandai-pandai menciptakan suasana belajar agar peserta didik dapat belajar dengan mudah tanpa adanya kejenuhan. Pendidik juga harus bisa mengondisikan para peserta didik agar mengerjakan semua kewajibannya tanpa keluhan.

Daftar Rujukan

Al-Ghalayaini, Mushtafa. (1997). Jami'ud Durus al-Arabiyyah. Beirut : Al-Ashriyah.

Dahlan, Juwairiyah. (1992). Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: al-Ikhlas.

Ibrahim Badri, Kamat. (1995). Thuruq Ta’lurn al-logah al-Ajnabiyyah, Fi al-Thuruq al-'Aammah Fi Tadris al-logah. Jakarta: LIPIA.

Muradi, Ahmad. 2006. Metode Pembelajaran Bahasa Arab dan keterampilan, (online), (http//www.iainantasaribanjarmasin.com/index.php? pilih= news&mod=yes&aksi= Iih at&id=244 diakses 30 September 2009).

Pasaribu, IL dan B. Simandjuntak. (1986). Didaktikdan Metodik. Bandung: Tarsito.

Roestiyah NK. (1985). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Shalahuddin, Mahfud. (1987). Metodologi Pengajaran Agama. Surabaya: Bina Ilmu.

Sumardi, Muljanto. (1974). Pengajaran Bahasa Asing Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi., Jakarta: Bulan Bintang.

Team Kurikulum Didaktik Metodik kurikulum IKIP Surabaya. (1981). Pengantar Didaktik Metodik kurikulun PBM. Surabaya: IKIP.

Tho'imah, Rusyadi Ahmad. (1989). Ta'lim al-Arabiyyah Li Ghoiri al-Nathiqson Bina Manahijah wa Asanyalibah. tanpa kota penertbit: aI-Ribath Isesco.

Tsauri, Ali. 2000. Tadris Maharah al-Loghawiyyah dan Menyamakan Metodik Didaktik Pengajaran Bahasa Arab, (online), (http//www iainsurabaya.com, diakses 30 September 2009).

Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar. (1997). Metode Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Zuhairini, dkk. (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.